"Menurut saya yang perlu dipastikan adalah RSPO itu bisa dilakukan oleh semua jenis perkebunan sawit," ujar Imaduddin saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Dia beralasan bahwa jangan sampai selama ini yang mampu hanya perusahaan-perusahaan sawit besar, sedangkan yang perusahaan-perusahaan sawit di bawahnya mengalami kesulitan mengurus sertifikasi RSPO.
"Menurut saya pemerintah harus mendorong memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan sawit itu untuk mau melakukan sertifikasi," kata Imaduddin.
Imaduddin menilai pemerintah Indonesia sudah melakukan upaya untuk mendorong agar pengusaha-pengusaha sawit berkomitmen pada sawit yang berkelanjutan.
"Untuk sekarang lebih optimal lewat sertifikasi RSPO dan menurut saya itu yang lebih diakui secara global, bahwa dengan adanya sertifikasi tersebut secara otomatis dijamin bahwa sawit indonesia berkelanjutan," kata Pengamat INDEF tersebut.
Berdasarkan data yang dihimpun Sekretariat ISPO, jumlah lahan sawit yang telah memiliki sertifikat RSPO mencapai 2,51 juta hektare. Jumlah tersebut relatif masih kecil dibandingkan total lahan kelapa sawit yang mencapai sekitar 14 juta hektare di Indonesia.
Didirikan pada 2004, RSPO didesain untuk mempromosikan produksi dan konsumsi minyak sawit berkelanjutan untuk manusia, planet bumi, dan kemakmuran.
Sebanyak 40 persen dari produsen minyak sawit dunia merupakan anggota RSPO, selain banyak produsen produk, pengecer, serta organisasi non-pemerintah atau NGO yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan sosial.
Sertifikasi menjadi elemen penting dalam industri minyak sawit karena semakin banyak konsumen, khususnya di negara-negara Eropa, yang memiliki kesadaran tinggi terhadap aspek keberlanjutan untuk industri yang berdampak besar bagi kelestarian lingkungan hidup.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemerintah perlu beri insentif perusahaan sawit untuk sertifikasi RSPO"
Post a Comment