"Sistem PKH akan kita ubah. Tahun lalu dengan keterbatasan anggaran, PKH-nya bersifat `flat artinya setiap keluarga penerima PKH terimanya sama. Mulai pertengahan tahun ini akan dibuat non flat, sesui kondisi keluarga," ujar Bambang di Jakarta, Rabu.
Bambang menjelaskan, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang di dalamnya terdapat anak sekolah dan juga ibu yang tengah hamil, seharusnya jumlah bantuan yang diterima berbeda dengan KPM yang tidak memiliki anak dan ibu hamil di dalamnya.
"Misalnya, saya punya anak sekolah dan istri hamil, sedangkan kamu belum ada anak dan tidak ada yang hamil. Kalau mau gunakan bantuan tunai bersyarat seperti PKH harusnya kamu dan saya terimanya beda karena istri harus berobat anak harus sekolah penuh, jadi harusnya saya terimanaya lebih dari kamu yang tidak ada beban," kata Bambang.
Untuk tahun ini, lanjut Bambang, jumlah KPM bantuan tunai bersyarat tersebut naik dari enam juta KPM menjadi sepuluh juta KPM.
Baca juga: 38 pendamping PKH diberhentikan selama 2018
Bambang mengharapkan, dengan adanya sistem non flat, akan membantu mempercepat penurunan tingkat kemiskinan dan juga tentunya ketimpangan di Tanah Air.
Tahun ini, tingkat kemiskinan ditargetkan mencapai 9,5-10 persen. Sedangkan pada 2019 mendatang, tingkat kemiskinan ditargetkan mencapai 8,5-9,5 persen.
"Tahun depan mudah-mudahan berlanjut terus sehingga non flat ini akan punya kontribusi besar terhadap pengurangan ketimpangan dan jumlah orang miskin," ujar Bambang.
Untuk merealisasikan sistem non flat, lanjut Bambang, tentunya pemerintah harus menambah anggaran. Namun Bambang tidak secara detail menyebutkan jumlah anggaran yang akan ditambahkan. Hanya saja ia menyebutkan hal tersebut sudah diakomodasi oleh Kementerian Keuangan.
"Dengan non flat, otomatis akan ada perubahan. Kita harus tambah anggaran itu, kalau tadinya sama, kan gak mungkin kamu harusnya turun. Yang harusnya lebih itu ditambah. Jadi itu secara tidak langsung sudah menambah tapi tidak berlaku seluruhnya namun berdasarkan karakteristik keluarga," kata Bambang.
Baca juga: Kemensos optimistis kenaikan PKH dua kali lipat disetujui
Program Keluarga Harapan atau PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH.
Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan PKH. Program Perlindungan Sosial yang juga dikenal di dunia internasional dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) ini terbukti cukup berhasil dalam menanggulangi kemiskinan yang dihadapi negara-negara tersebut, terutama masalah kemiskinan kronis.
Sebagai sebuah program bantuan sosial bersyarat, PKH membuka akses keluarga miskin terutama ibu hamil dan anak untuk memanfaatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan (faskes) dan fasilitas layanan pendidikan (fasdik) yang tersedia di sekitar mereka.
Manfaat PKH juga mulai didorong untuk mencakup penyandang disabilitas dan lanjut usia dengan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya sesuai dengan amanat konstitusi dan Nawacita Presiden RI.
Melalui PKH, KPM didorong untuk memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, perawatan, dan pendampingan, termasuk akses terhadap berbagai program perlindungan sosial lainnya yang merupakan program komplementer secara berkelanjutan.
PKH diarahkan untuk menjadi tulang punggung penanggulangan kemiskinan yang menyinergikan berbagai program perlindungan dan pemberdayaan sosial nasional.
Program prioritas nasional ini oleh Bank Dunia dinilai sebagai program dengan biaya paling efektif untuk mengurangi kemiskinan dan menurunkan kesenjangan antar kelompok miskin, juga merupakan program yang memiliki tingkat efektivitas paling tinggi terhadap penurunan koefisien gini.
Baca juga: Mensos pastikan penyaluran bantuan PKH 2019 bakal pakai sistem "non flat"
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bantuan kemiskinan akan diubah "non-flat" sesuai kondisi keluarga"
Post a Comment