"Saya yakin kerja sama film antara kami dengan Indonesia akan kelihatan hasilnya kalau segera dibuatkan MoU (nota kesepahaman)," kata Direktur Utama CFGC Le Kexi di Beijing, China, Rabu.
Ia menginginkan kerja sama tersebut tidak hanya sebatas pada pembuatan film yang dikerjakan dan dibiayai perusahaan dari kedua negara (co-production), melainkan juga teknologinya, termasuk gedung bioskop, sistem pertiketan yang bisa diukur dari jumlah tiket penjualan (box office), sistem distribusi, dan layar keliling (mobile screen).
Badan usaha milik pemerintah China itu memiliki infrastruktur perfilman yang bisa menjangkau tingkat hulu hingga hilir.
CFGC merupakan satu-satunya importir film asing di China. Pada tahun lalu saja film box office Hollywood di China telah menghasilkan 1,5 miliar dolar AS atau melampaui pendapatan box office di wilayah Amerika Utara.
Dari beberapa film box office tersebut, tiga di antaranya dikerjakan secara co-production Hollywood-China.
Oleh sebab itu, Le meminta agar pemerintah Indonesia bersedia menandatangani MoU dengan mencantumkan beberapa poin kerja sama, di antaranya co-production, ekspor-impor, pertukaran film melalui festival, dan investasi gedung bioskop.
"Kalau bisa pada bulan November nanti ketika saya memenuhi undangan WCCE (Konferensi Ekonomi Kreatif Dunia) di Bali sudah bisa menandatangani MoU tersebut," tantang Le.
Tantangan bos CFGC tersebut sejalan dengan keinginan Deputi Pemasaran Luar Negeri Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI Joshua PM Simandjuntak.
"Memang seharusnya begitu. Kami ingin mereka fokus ke Indonesia dengan mengerahkan semua yang mereka miliki," katanya.
Namun untuk memenuhi permintaan agar segera dilakukan penandatanganan MoU, pihaknya masih harus berkoordinasi dulu dengan Produksi Film Negara (PFN).
Kepala Bidang Festival Film Internasional dan Diplomasi Luar Negeri Badan Perfilman Indonesia (BPI) Dimas Jayasrana sangat berharap CFGC yang nantinya bertindak sebagai investor itu bisa segera membangun gedung bioskop di daerah-daerah.
"Kami punya sekitar 500 kabupaten/kota. Mereka ini sedang mencari investor untuk pembangunan gedung bioskop," katanya.
Ia menyebutkan bahwa sampai saat ini di Indonesia baru terdapat 1.500 layar bioskop. China sendiri memiliki 55.000 layar dengan jumlah penonton yang mencapai 1,6 miliar orang per tahun, sehingga bukan pekerjaan sulit bagi CFGC untuk membangun gedung bioskop di daerah-daerah di Indonesia.
Selain layar bioskop komersial, CFGC juga memiliki layar bioskop keliling untuk melayani masyarakat di perdesaan.
Pada tahun lalu, CFGC telah membantu pemerintah Kamboja, Laos, dan Myanmar, dengan meminjamkan layar bioskop keliling yang modelnya persis layar tancap itu.
"Akan lebih bagus kalau teknologi mobile screen seperti itu mereka bawa ke Indonesia," kata Joshua menambahkan.
Le mengaku hanya dengan Indonesia saja belum melakukan kerja sama perfilman. Dengan beberapa negara lain di luar AS, seperti Korea Selatan, Jepang, Singapura, Kazakhstan, dan Vietnam, CGCF telah beberapa kali melakukan kerja sama produksi.
Oleh sebab itu, dia menganggap WCCE di Bali pada bulan November 2018 sebagai momentum yang tepat bagi China dan Indonesia untuk melakukan kerja sama di bidang perfilman.
Baca juga: DPR minta Bekraf buat aturan investasi industri perfilman
Baca juga: Deddy Mizwar apresiasi investasi asing perfilman
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2018
Bagikan Berita Ini
0 Response to "BUMN China berminat investasi pefilman di Indonesia"
Post a Comment