"Regulator harus mengerti karakter alamiah dari sektor digital yang berbeda dengan sektor brick and mortar (transaksi jual beli konvensional atau tatap muka). Pemerintah dan otoritas persaingan, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dapat membuat kebijakan yang lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital," katanya dalam rilisnya yang diterima di jakarta, Senin.
Laporan Google dan Temasek Holdings pada November 2018 mengumumkan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, yakni sebesar 49 persen dan diprediksi akan mencapai hingga 100 miliar dolar AS pada 2025.
Syarjawi, yang merupakan Ketua KPPU 2015–2018 itu menyarankan pemerintah mempertimbangkan tiga prinsip dalam merumuskan regulasi agar pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia tidak terhambat.
Pertama, menjaga kebijakan pemerintah tidak menciptakan hambatan masuk ke pasar ekonomi digital bagi pelaku usaha baru.
Kedua, memastikan pemain dominan tidak menyalahgunakan kekuasaan pasar yang dimiliki.
Dan ketiga, mengawasi agar posisi dominan tidak dicapai dengan cara-cara bersaing yang tidak sehat.
Menurut Syarkawi, dalam praktiknya ketiga prinsip itu dapat diterapkan ketika menelaah persaingan usaha, seperti antara Gojek dan Grab.
KPPU sebaiknya memperhatikan dampak dari perang harga yang dapat melahirkan satu pemain dominan, katanya.
"Sedangkan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebaiknya menghindari pemberlakuan kuota yang rawan praktik kartel dan korupsi, jual beli kuota, serta tidak menciptakan hambatan masuk pasar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)," katanya.
Baca juga: Kominfo ajak industri bersinergi dukung ekonomi digital
Baca juga: BPS: Penetrasi internet Indonesia berkembang pesat
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kelik Dewanto
COPYRIGHT © ANTARA 2019
Bagikan Berita Ini
0 Response to "ICPA minta pemerintah hati-hati rumuskan regulasi ekonomi digital"
Post a Comment